Artinya:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
Pembaca yang budiman,
ALLAH mengakhiri ayat yang mulia ini dengan kalimat, “demikianlah ALLAH membuat perumpamaan-perumpamaan”. Maka, ini menjadi petunjuk bahwa narasi yang terdapat pada ayat yang mulia ini merupakan suatu perumpamaan/permisalan, dan ada sesuatu yang lebih dalam yang terkandung di ayat ini. Bukan hanya sekedar bercerita tentang air hujan, cairan logam dan buih-buihnya. Lantas apa maksud perumpamaan tersebut ?
A. ALLAH telah menurunkan air (hujan) dari langit
Air dari langit maksudnya adalah Wahyu, yang berarti Alquran dan segala pengetahuan yang diberikan ALLAH kepada Nabi SAW, baik itu hadits qudsi ataupun hikmah dan kebijaksanaan.
B. Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya
Lembah-lembah di sini memiliki 2 arti, yaitu:
Mekkah, Madinah, dan sekitarnya yang memiliki kondisi geografi berbukit-bukit dan berlembah-lembah.
Hati manusia dan perbedaan-perbedaannya. Di antaranya ada yang dapat memuat ilmu yang banyak, disebabkan hatinya lapang. Dan di antaranya ada pula yang tidak dapat memuat ilmu yang banyak, melainkan sedikit, karena hatinya sempit.
Maka, maksud dari premis “a” dan “b” adalah, “ALLAH telah menurunkan Wahyu kepada Nabi Muhammad SAW (yang mana proses turunnya wahyu ini bertempat di Mekkah, Madinah, dan sekitarnya), dan Nabi SAW mengajarkan ilmu tersebut kepada manusia. Diantara manusia-manusia tersebut ada yang memahami pengajaran Nabi SAW secara luas dan mendalam, ada yang memahaminya dengan sedikit dan sekedarnya saja”.
C. Maka arus itu membawa buih yang mengembang
Sekarang saya ingin agar para pembaca semua membayangkan saat anda mengisi air dari teko ke dalam gelas, tetapi tekonya anda angkat cukup tinggi. Maka akan kelihatan ada “buih” yang bergerak dari arah dasar gelas menuju ke atas (permukaan air). Hal itu juga yang terjadi saat ada hujan yang deras di lembah-lembah. Akan ada buih yang bergerak berlawanan dengan arah air (air turun dari atas ke bawah, buih naik dari bawah ke atas melawan arah air).
Sehingga, maksud dari “buih yang mengembang” dalam ayat ini adalah orang-orang yang melawan wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW. Yaitu orang-orang kafir.
D. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah ALLAH membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil
Sampai di sini, kita sudah paham bahwa lembah yang menampung air adalah orang- orang yang beriman dan “menampung” pengajaran Nabi SAW. Sementara buih adalah orang- orang kafir yang membangkang dan melawan pengajaran Nabi SAW. Di premis “d”, perumpamaan yang hampir mirip juga diulangi kembali, tetapi kali ini tidak dengan objek 3 yang sama (air dan buih) melainkan dengan objek yang berbeda (logam yang dilebur dalam api yang sangat panas sehingga menjadi cair dan buih peleburan logam tersebut). Apa hikmahnya sehingga harus ada 2 objek perumpamaan yang berbeda ?
Jawabannya ialah, sebab musuh islam juga ada 2. Yaitu orang kafir dan orang munafik. Buih air lebih gampang terpisah dengan airnya. Begitu air hujan turun, langsung kelihatan mana air dan mana buih. Sama seperti saat diajarkan wahyu, langsung kelihatan mana yang menerima dan mana yang tidak menerima.
Berbeda halnya dengan logam. Saat masih logam mentah, tidak ketahuan yang mana logam murni, dan yang mana tahi logam. Untuk memisahkan mereka, logam tersebut harus dibakar dalam suhu yang ekstrim sehingga terpisahlah antara logam murni dan tahi logam (buih dalam peleburan logam). Sama seperti orang-orang munafik. Mereka hidup bersama- sama dengan kita Umat Muslim. Mengaku Islam tetapi hatinya kafir, sehingga sulit untuk memisahkan antara kita dan mereka.
Oleh sebab itu, untuk memisahkan antara logam murni (orang-orang yang beriman dengan sebenar-benar iman) dengan tahi logam (orang-orang munafik yang ada “penyakit” di dalam hatinya), logam mentah itu (komunitas campuran antara orang-orang beriman dan orang-orang munafik) harus “dibakar” dalam suhu yang ekstrim. Diuji dengan ujian yang ekstrim. Sehingga terpisahlah antara orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang munafik.
E. Adapun buih itu, akan hilang sebagai yang tak ada harganya
Adapun orang-orang kafir dan munafik akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya. Yang berarti, kebatilan yang mereka bawa akan lenyap oleh kebenaran.
F. Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi
Dengan segala hormat, arti yang lebih mendekati adalah “maka ia menanti di bumi".
Apakah yang mereka nantikan ? Jawabannya ada di ayat selanjutnya, yaitu, “Bagi orang-orang yang memenuhi seruan TUHAN – nya, (disediakan) pembalasan yang baik”. 4 Jadi, air/logam murni/orang-orang yang beriman senantiasa menanti-nanti untuk memenuhi seruan TUHAN – nya, dan menanti-nanti pembalasan yang baik.
Disclaimer dan Epilog
- Kata “munafik” dalam terminologi Bahasa Indonesia memiliki perbedaan yang
mendasar dengan kata “munafik” dalam terminologi Alquran. Munafik dalam
terminologi Bahasa Indonesia memiliki arti “tidak sesuai antara isi hati dengan
ucapan dan atau tindakan; bermuka dua”. Sementara munafik dalam terminologi
Alquran memiliki arti “orang kafir yang mengaku sebagai seorang Muslim”.
Oleh sebab itu, “haram” hukumnya memvonis seorang muslim dengan kata “munafik”, sebab memvonis seseorang dengan tuduhan munafik sama dengan memvonis orang tersebut dengan tuduhan kafir. Vonis kafir hanya boleh dijatuhkan apabila ada bukti yang kuat (yang mana pembahasan tentang ini tidak dibahas dalam tulisan ini).
Adapun hadits Nabi SAW tentang “tanda-tanda orang munafik ada 3 : apabila berkata ia berdusta; apabila berjanji ia ingkari; dan apabila diberi amanah ia khianati” bukan diartikan dengan pengertian, bahwa setiap orang yang memiliki ketiga tanda tersebut adalah orang munafik. Melainkan, orang munafik memiliki banyak sifat, dan diantaranya adalah seperti yang dipaparkan dalam hadits tersebut.
Intinya, “penulis tidak membenarkan dan melegitimasi para pembaca yang budiman untuk sembarangan menjatuhkan vonis munafik terhadap siapapun, termasuk kepada orang-orang muslim yang memilih calon kafir ataupun calon muslim yang berafiliasi dengan orang-orang kafir dalam kontestasi Pilkada ataupun Pilpres. Sebab, bisa jadi mereka ‘hanya [dalam artian sarkasme]’ sampai pada derajat zhalim ataupun fasik seperti yang dijelaskan dalam Surah Al-Maaidah ayat 44-47 (sekali lagi, pembahasan tentang hal tersebut tidak diuraikan dalam tulisan ini)”. - Kita, Bangsa Indonesia sudah berkali-kali “dibakar dalam suhu yang ekstrim”. Terakhir kali ialah pada tahun 2016, dimana kita diuji dengan ujian yang ekstrim 5 sehingga terpisah menjadi 2 kelompok. Kelompok logam murni, dan kelompok buih/tahi logam. Kelompok yang membela Alquran, dan kelompok yang membela pengolok-oloknya. Bukan tidak mungkin kita akan diuji lagi dengan suhu yang lebih ekstrim pada tahun 2019. Jadi, persiapkanlah diri anda dengan “Iman dan ‘Amal Shaleh” sehingga anda menjadi logam murni di tahun 2019 bukannya buih/tahi logam.
- Tulisan ini dibuat untuk mencari Ridha ALLAH TA’ALAA, ‘amal shaleh berupa edukasi ilmu yang bermanfaat, dan untuk mendinginkan suasana di grup-grup sosial media yang sudah semakin tidak kondusif menjelang Pilpres 2019. Penulis tidak mendapatkan keuntungan komersil apapun dari tulisan ini.
- Penulis mendukung penuh tindakan para pembaca yang budiman untuk menyampaikan pendapat dan kritiknya terhadap siapapun. Terhadap penulis sendiri, terhadap Pasangan Calon Nomor Urut 1, dan terhadap Pasangan Calon Nomor Urut 2. Baik itu berupa apresiasi terhadap keberhasilan, ataupun kritik pedas terhadap kegagalan, selama tidak menyebar fitnah dan hoax.
- Penulis berlepas diri dan tidak bertanggungjawab terhadap kesalahan interpretasi oleh para pembaca terhadap tulisan penulis, dan terhadap segala tindakan yang diakibatkan oleh kesalahan interpretasi tersebut.
- Terakhir, tetapi bukan yang paling akhir. Penulis menghimbau kepada seluruh pembaca, baik yang sudah menentukan pilihan pada Pilpres 2019 Insya ALLAH, maupun kepada para pembaca yang belum menentukan pilihan agar menghindari caci maki di sosial media dan perdebatan yang tidak perlu yang berpotensi merusak hubungan silaturahmi dan melemahkan Ukhuwah Islamiah. Sebab pada akhirnya, “Buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya...”.
Akhir kata, hanya dengan ALLAH lah Taufiq dan Hidayah. Mohon maaf apabila ada kata- kata yang salah. Kalau benar, pastilah petunjuk dari ALLAH. Kalau salah, sesungguhnya penulis memiliki keterbatasan ilmu. AlhamdulillaaHirabbil’aalamiin.